Perusahaan rintisan yang
berupaya menyejahterakan petani. Sudah ada 860 petani yang bermitra dengan
limakilo.
Bandung—Panen raya seharusnya
menjadi berkah bagi petani. Namun bagi sejumlah petani di Indonesia, panen tak
memberi dampak terhadap kesejahteraan mereka. Pangkal persoalannya adalah ada
tengkulak di antara petani dan pembeli. Petani tak bisa langsung menjual ke
pembeli lantaran tidak memiliki akses ke pasar serta terikat utang piutang
dengan tengkulak. Walhasil, petani menjual ke tengkulak dengan harga jual yang jauh lebih rendah ketimbang harga pasar.
Bermula dari
persoalan-persoalan tersebut tiga alumni Universitas Telkom Bandung yakni Walesa Danto, Arif Setiawan, dan
Lisa Ayu Wulandari membangun sebuah perusahaan rintisan atau start up bernama limakilo.id. E-commerce bidang
pertanian
tersebut dibuat oleh mereka sebagai upaya untuk memperpendek mata rantai
penjualan hasil pertanian. “Tujuannya memutus
mata rantai tengkulak atau penjual di antara petani dan pembeli,” kata Walesa kepada Retorika Kampus pertengahan April lalu.
Walesa mengatakan
gara-gara tengkulak, harga komoditas hasil pertanian sangat tinggi saat sampai di tangan konsumen. Apalagi menjelang hari raya seperti
Idul Fitri. Mata rantai penjualan hasil pertanian jauh lebih panjang lantaran
jumlah tengkulaknya lebih banyak ketimbang hari-hari biasanya. “Kalau menjelang
hari raya, tengkulaknya bisa lebih dari lima,” ujar anak kedua
dari tiga bersaudara yang lahir di Surakarta pada
22 Oktober 1989
itu.
Saat ini, sudah ada
860 petani dari Kabupaten Brebes, Bantul,
Sleman, Solok, Sragen dan Kabupaten Probolinggo yang bermitra dengan limakilo.id. Saban hari mereka menyuplai sembako dan sayuran kepada limakilo yang kemudian disimpan di gudang utama di Lenteng Agung,
Jakarta. Sayur dan sembako tersebut kemudian didistribusikan kepada lebih dari 900 warung kelontong atau bude sayur yang bermitra dengan limakilo di seantero Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi.
Petani memperoleh
banyak keuntungan jika bermitra dengan limakilo. Selain harganya yang jauh
lebih mahal ketimbang menjual ke tengkulak, petani binaan limakilo mendapat
tambahan dana dari hasil penjualan 5-15 persen. “Misalnya dari petani Rp 10 ribu kemudian saya jual ke bude sayur Rp 18 ribu sesuai harga pasar. Jadi ada keuntungan Rp 8
ribu. Sebanyak 5-15 persen dari keuntungan tersebut, saya
kasih kembali ke petani binaan,” kataWalesa.
Meski bisnis berbasis teknologi, Walesa mengatakan hanya sekitar 15 persen bude sayur yang melakukan pemesanan via aplikasi. Sedangkan sisanya masih menggunakan pesan singkat atau telepon kepada tim sales limakilo. Bahkan, sales
limakilo biasa berkeliling dari warung ke warung untuk menawarkan menjadi mitra. Tak
hanya itu, kata dia, tim sales juga bisa memberi
pinjaman dalam bentuk ‘kulakan tanpa modal’kepada
bude sayur yang kerja sama dengan salah satu start up
di bidang fintech bernama gandengtangan.org.
Bagi kios, warung
sembako dan sayur yang ingin bergabung, Walesa mengatakan bisa menghubungi manajemen
di website limakilo.id. Sedangkan untuk pembeli dapat memesan melalui akun
resmi limakilo di shopee dan tokopedia dengan akun ‘Kios Kilo’. Walesa mengerahkan empat dari total 12 karyawan yang
menangani bidang manajemen dan pemasaran untuk menambah jumlah mitra.
Ia berharap sales
terus menambah jumlah bude sayur ke depan. Sebab, kata dia, daya beli
bude sayur saat ini tak begitu banyak. “Beli sebesar Rp 450 ribu dalam
seminggu saja sudah bagus,” kata dia. “Sedangkan kami mengambil sayuran dari petani bertruk-truk.” Karenanya salah satu fokus limakilo
saat ini adalah menambah jumlah mitra.
***
Ide membuat
limakilo berawal dari sayembara pemerintah, Hackathon
Merdeka pada
2015. Ketika itu, Walesa bersama dua rekannya tertantang mengikuti program yang
diadakan oleh Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Pandjaitan yang
tengah mencari solusi terkait sengkarut distribusi pangan. “Kami menang di
lomba itu. Jadilah kami bikin bisnis,” ujar lulusan Teknik Elektro tersebut.
Walesa lalu nekat
keluar kerja. Ia bersama dua sejawatnya kemudian mendirikan limaliko.id pada
2015. Walesa didapuk menjadi direktur utama, Lisa direktur keuangan, serta Arif
direktur operasional. Ketiganya berhasil mengumpulkan uang dari kocek masing-masing
sebesar Rp 200 juta untuk membangun limakilo. Setahun berselang, limakilo
mendapat dana segar dari East Venture. Jumlahnya miliaran. Pada 2017, limakilo resmi menjadi perseroan terbatas di bawah PT Limakilo Majubersama
Petani.
Perusahaan memiliki beberapa gudang distribusi yang melayani area
Jakarta, Depok, Tangerang, dan Bekasi. Limakilo memiliki delapan karyawan inti yang menggawangi pengembangan bisnis. Sebagian besar karyawan merupakan
senior dan junior dari Walesa saat ia menjalani kuliahnya di Universitas Telkom. Sedangkan bagian sales dan gudang kebanyakan diisi oleh blue
collar, yakni lulusan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Walesa mengatakan dirinya sangat antusias bekerja
di bidang pemberdayaan petani sejak lama. Ia mengumpulkan supplier
yang tergabung dalam suatu koperasi maupun gabungan kelompok tani(gapoktan). Bersama kedua temannya, ia mulai membantu memasarkan sembako dan sayuran tahan lama
seperti kentang, bawang, dan tomat ke warung-warung penjual sayur.
Kini gapoktan dan koperasi binaan limakilo.id telah tersebar di enam kabupaten di Jawa dan Sumatera. “Bentuk kerja sama
binaan. Kami intens komunikasi sama ketuanya,” kata Walesa.
Walesa mengaku senang dengan berkembangnya
bisnis start up
di Indonesia. Seperti pelaku bisnis pada umumnya, Walesa sepakat bahwa semakin
banyak pengusaha merupakan salah satu indikator meningkatnya ekonomi. Di sisi
lain, Walesa menyadari banyaknya kesulitan dan tantangan tersendiri bagi e-commerce
bidang pertanian seperti yang ia tekuni.
Pasalnya, katadia, bisnis ini tak terlalu seksi di Indonesia.
Tantangan tersebut,
menurut Walesa,
mengakibatkan bisnis sayuran berbasis teknologi tidak dilirik oleh e-commerce yang lebih besar seperti
Tokopedia dan lainnya. Namun bagi Walesa yang memang berkecimpung dalam dunia
teknologi dan memiliki perhatian khusus dengan petani, bisnis ini terlalu
menarik untuk ditinggalkan begitu saja.
Nisaul Kamila